Jam 02.20 dini hari diiringi gerimis kecil saya menggendong ransel yang beratnya sepertinya lebih dari 7 kg, keluar dari kost’an menuju ke pangkalan ojek. Mata saya masih lengket karena baru tidur 2 jam. Tidur juga rasanya hanya setengah-setengah karena takut kebablasan. Saya akan naik pesawat flight pertama jam 06.20 yang mana paling tidak 2 jam sebelumnya harus sudah siap di bandara.
Beruntung ada ojek 24 jam yang siap mengantarkan saya ke pol damri tujuan bandara. Saya masih bisa terangkut oleh bus damri yang pertama. Di jadwalnya sih jam 03.00 pagi tapi kenyataannya jam 03.30 baru berangkat. Itu pun masih pakai ngetem di jalan dan menaikkan penumpang di beberapa titik, jam 04.10 baru lancar masuk tol. Tambah dag dig dug jantung saya karena closing gate jam 05.20. Perjalanan paling cepet pakai ngebut nyalib sana sini ala Michael Schumaker adalah 1 jam lebih. Sedangkan bus umum pastinya akan berjalan secara teratur berhenti di check point, bisa-bisa 2 jam lebih baru sampai.
Sambil gemeteran membayangkan tertinggal pesawat saya utak atik hp mencari web check in. Sebelum-sebelumnya saya selalu self check in di bandara belum pernah dari hp, jadi masih coba-coba. Setelah beberapa kali bermasalah dalam memasukkan password akhirnya saya berhasil check in sendiri. Hahh...tenang rasanya tinggal tidur nyenyak di bus tanpa dibayang-bayangi perasaan takut lagi, walaupun akhirnya tidak bisa tidur juga.
Jam 05.15 bus damri menurunkan saya di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta. Setelah melewati x-ray di pintu masuk saya segera lari menuju counter check in yaitu ke mesin tempat self check in dan cetak tiket. Berkali-kali saya mencoba scan barcode tapi tidak berhasil sampai saya mundur dulu untuk memberi kesempatan antrian di belakang. Belum lama beranjak dari tempat itu datanglah bapak-bapak crew maskapai yang rupanya melihat kebodohan saya kemudian membantu men’scan barcode dari hp saya. Cling... ngek ngek ngek ngeeekk..keluarlah tiket dari lubang print di mesin itu. Eh kok gampang banget sih pak… #ndeso.
Setelah tiket ditangan saatnya saya menuju ke imigrasi ternyata tidak ada antrian sama sekali dan “cetok” paspor saya diberi stempel. Masih jam 05.30 Alhamdulillah urusan saya sudah beres. Saya ke mushola untuk sholat subuh, karena musholanya kecil tas ransel saya letakkan di lantai depan mushola begitu saja. Agak khawatir sih tapi ya sudah bismillah saja kalau rejeki ga akan kemana. Dan benar saja sampai sholat selesai ransel saya masih tergeletak seperti semula.
Baru duduk sebentar sudah ada panggilan untuk boarding pesawat yang menuju ke “Pineng” maksudnya “Penang” tapi dibaca enggres. Setelah antri menyobek tiket saya dan semua penumpang diangkut oleh bus diantar ke tempat pesawat parkir. Langit masih sendu tidak tampak sang mentari dan gerimis juga belum berhenti. Ada perasaan lega ketika bisa meletakkan ransel dikabin. Saya yakin ransel saya lebih dari 7 kg karena menggendongnya pundak saya lumayan pegel. Batas maksimal bagasi yang bisa dibawa ke kabin hanya 7 kg. Syukurlah tidak ada pemeriksaan. Apalah jadinya kalau ternyata 10 kg pasti saya akan tekor membeli bagasi. Alhamdulillah rejeki saya pagi itu.
Saya kebagian seat C yaitu di sebelah jendela lupa nomor berapa kalau ga salah 22C, lumayan bisa mengintip awan tapi ga enaknya kalau mau ke toilet harus mengganggu kursi sebelah. Menunggu take off adalah saat-saat biasanya saya dikaruniai rasa ngantuk. Safety demo dari mbak pramugari terdengar seperti sayup-sayup mimpi. Dan tiba-tiba terdengar suara brisik “Ubruk ubruk ubruukkk…” saya kaget sampai melotot kirain ada gempa dahsyat hampir saja mau teriak maling-maling, rupanya pesawat sedang take off.
Beberapa kali pesawat mengalami guncangan. Pikiran saya mengembara membayangkan tragedi QZ 8501 yang pada saat itu masih dalam tahap evakuasi para korban. Saya memasrahkan semuanya kepada Allah Yang Maha Kuasa Insya Allah semua akan baik-baik saja.
Kira-kira 2.5 jam melayang di udara akhirnya pesawat landing di Penang International Airport. Cuaca cerah matahari lumayan menyengat tidak seperti di Jakarta yang sehari-hari hujan. Setelah beres berurusan dengan imigrasi saya mampir ke money changer karena belum punya uang ringgit. Biasanya kurs di airport lebih mahal maka saya hanya menukar 10 SGD sisa jalan-jalan dari Spore hanya untuk ongkos naik bus ke pusat kota. Tak lupa saya meminta koin karena bus di Penang tidak ada kembalian, harus uang pas.
Sambil agak bingung dan pura-pura tidak mendengar tawaran para sopir taksi saya ucluk-ucluk mencari tempat Bus Rapid Penang parkir, ada dua bus terparkir tapi entahlah ke jurusan mana. Saya akan naik bus 401 atau 401E jurusan terminal jetty dan akan turun di Masjid Kapital Keling. Setelah menunggu beberapa saat sampai saya melepas jaket karena kegerahan akhirnya bus nomer 401 datang. Sebelum duduk kita harus membayar ongkos dulu ke pak sopir dengan memasukkan uang pas ke dalam box seperti celengan yang terletak di samping kursinya sesuai dengan tujuan kita. Ongkos ke Masjid Kapital Keling 2.70 RM. Setelah membayar pak sopir akan memberikan selembar tiket kecil.
Bus Rapid Penang |
Sebelum duduk harus membayar tambang dulu pakai uang pas dimasukkan ke celengan ini. Gimana mau ambil kembalian kalau begini? |
Karena saya baru pertama kali ke Penang saya duduk di kursi paling depan yang sebetulnya adalah kursi prioritas dengan meminta tolong pak sopir untuk memberi tau jika sudah sampai di Masjid Kapital Keling. Kirain ga seberapa jauh makanya tas ransel tetep saya gendong sambil duduk, lha ternyata kok jauuuhh…banget sampai 1.5 jam belum nyampe-nyampe, pegel juga pundak dan punggung saya secara duduknya hanya separo yang separo buat ransel.
Setelah hampir dua jam bus mulai masuk ke jalan yang kanan-kirinya dipenuhi toko, belok sana belok sini dan saya yakin pasti hampir sampai. Saya mulai deg-degnya melihat papan peringatan “Pastikan Lorong Anda” kenapa sampai ada seperti itu apa banyak yang kesasar? Nah lo.. wes mbuh lah. Dan benar saja tak berapa lama kemudian pak sopir menyuruh saya turun tapi bukan di depan Masjid Kapital Keling karena di sana tidak ada halte. Bus di Penang tidak boleh berhenti sembarangan. Jadi saya harus jalan kaki kira-kira 200 meter lagi dengan petunjuk dari pak sopir. Dan jreng jreeeng ketemu juga masjidnya. Tapi tujuan pertama saya bukan ke masjid, itu hanya sebagai patokan untuk mencari penginapan yang sudah saya booking yaitu di Red Inn Court. Dari masjid luruuuuss sambil nengok ke kanan jalan. Alhamdulillah ketemu juga kira-kira 100 meter dari masjid, tempatnya kecil seperti ruko tapi tulisannya jelas.
Dari luar biasa aja, tapi dalemnya okey dan stafnya ramah. |
Penginapan di jalan Masjid Kapital Keling ini selain murah juga lumayan strategis dekat dengan masjid, terminal jetty dan pelabuhan, halte bus rapid penang, halte bus hop on hop off dan halte CAT free bus. Di sekitarnya juga banyak makanan halal. Saya memilih Red Inn Court hanya random saja karena semata-mata murah dan punya review yang bagus yaitu Rp 90.000 per orang include breakfast. Kadang malah diskon jadi Rp 78.000. Saya booking via Travel*ka.
Jam masih di angka 10.30 waktu Malaysia sedangkan waktu check in jam 14.00 sehingga saya hanya menitipkan ransel dan numpang ke toilet. Kemudian mulai keliling melihat-lihat. Untung saya membawa payung buntung yang gagangnya patah tapi malah praktis dibawa kemana-mana, lumayan bisa berlindung karena cuacanya bener bener puanaaaaasss….
St. George’s Church yang bergaya Yunani dibangun pada tahun 1817 oleh East India Company. Disini ada peringatan dilarang foto prawedding, untung saja ga bawa calon suami. |
Salah satu karikatur dari besi yang tersebar di berbagai sudut kota tua George Town. Temanya tidak jauh dari keseharian warga yang tinggal di sekitar karya-karya tersebut dipajang. |
Museum Coklat |
Gedung Mahkamah Tinggi. Banyak gedung-gedung yang serupa jadi suasananya mirip di Eropa (katanya saya kan belum pernah ke Eropa). |
Setelah berjalan sampai beberapa kali nyasar ke jalan buntu tiba-tiba kepala saya nyut-nyutan. Sepertinya efek kepanasan. Dodolnya buntelan P3K saya masukkan ke dalam ransel yang saya titipkan di penginapan.
Saya masuk ke warung makan yang penjualnya memakai kopyah berarti jelas-jelas halal. Sebenarnya ga nafsu makan apalagi di warung India dengan bau khasnya yang saya benci yaitu kari, berhubung adanya itu ya mo gimana lagi. Saya paksakan makan nasi goreng dan minum teh manis agar pusing saya hilang.
Selesai makan jam 12.30 saya mencari masjid yang tidak jauh dari tempat saya makan, lupa nama masjidnya. Sholat dzuhur masih 1 jam lagi, sehingga saya tiduran dulu di dalam masjid kebetulan ruang sholat wanita tempatnya tertutup, jadi bebas selonjoran. Sebenarnya ada larangan untuk tidak tidur di dalam masjid tapi ya mohon maaf sedang butuh berbaring. Entah pusing terkena panas atau kecapekan karena malam sebelumnya hanya tidur 2 jam. Lumayan bisa terlelap sebentar dan pusing pun berkurang. Setelah adzan berkumandang saya mengambil wudhu dan sholat.
Jam 14.00 saya beranjak dari masjid untuk kembali ke penginapan. Nah disini yang bingung tidak tau kemana, walaupun punya peta tapi bingung membacanya. Tanya ke seorang bapak-bapak yang lewat dengan pedenya nunjuk-nunjuk “Kesana… kesana...” Tapi menurut feeling sepertinya ke arah sebaliknya. Setelah diikuti ternyata bener kembali ke tempat makan yang sebelumnya, haaisshh... menyesatkan ga tau orang lagi pusing...
Beruntung saya bertemu dengan pak cik pengamen gaul yang ternyata tujuannya searah. Pak ciknya keren, berasal dari Perak tapi sudah pernah keliling Indonesia, pernah tinggal di Belanda, keliling Eropa dan masih banyak lagi. Kata pak cik “Selagi masih muda melanconglah, jangan takut kita tidak sendiri Allah selalu bersama kita dimanapun” Betul Pak Cik. “Kalau wong puteh (orang bule) melancong seorangan saye lihat sudah biasa, tapi yang seorangan seperti kamu ini masih sedikit” Ahh pak cik ga tau aja, saya mah belum seberapa. Sebenarnya saya pengen ikut pak cik ngamen dan kesempatan yang bagus diajak sama beliau tapi berhubung kepala saya pusing jadinya lebih tertarik check in ke penginapan, minum obat dan tidur.
Mbak resepsionis yang ramah dan friendly melayani saya agak lelet kirain komputernya bermasalah ealah ternyata ketawa ketiwi sambil chatting di facebook, duh mbak cepetan donk mo minum obat... Masih sambil cekikikan beliau mengambil kunci lalu mengantarkan saya ke kamar. Kamar saya di lantai 2, berisi 6 orang, 2 dari Swedia, 2 dari Jepang dan 1 dari Australia. Yang perempuan saya dan 1 orang dari Swedia. Semua baik-baik, ramah dan punya rasa toleransi yang tinggi. Salah satu contohnya ketika saya butuh password wi-fi dengan senang hati mereka semua meletakkan buku yang dibacanya dan ngubek-ubek tasnya untuk mencari secuil kertas dari resepsionis yang berisi password wi-fi. Yang menemukan duluan langsung memberikan ke saya. Rupanya mbak resepsionis sampai kelupaan memberi saya kertas itu, karena lagi asyik chatting.
Menjelang Ashar saya bangun dari tempat tidur, pusing sudah lumayan hilang dan badan pun telah kembali segar. Saya pergi ke masjid dengan membawa barang seperlunya. Bersyukur bisa ikut sholat berjamaah. Selesai sholat saya mengambil beberapa gambar masjid sebagai tanda bukti bahwa pernah singgah. Banyak juga para turis yang berfoto di depan masjid bahkan ada juga yang masuk ke dalam. Tentunya bagi turis yang kekurangan baju (berbaju sexy), dipakaikan jubah dulu sebelum masuk. Jubah-jubah itu memang disediakan buat para turis yang ingin berkunjung. Senang sekali rasanya melihat saling toleransi antar umat beragama seperti ini.
Dari masjid saya melanjutkan lagi eksplor kota Penang. Kali ini saya ingin mencoba naik kapal ferry dari pelabuhan George Town ke Butterworth, yang katanya perginya gratis dan kembalinya baru bayar 1.20 RM. Saya jalan kaki lewat jalan Lebuh Chulia lurus terus sampai habis, tak jauh dari ujung jalan disitulah pelabuhannya. Setelah melihat ke dalam ternyata rame banget. Banyak sekali orang yang hendak menyeberang, ya memang jam segitu jam pulang kerja. Karena males antri saya jadi mengurungkan niat, sudah terbayang juga rasanya paling begitu doank.
Saya berpindah haluan ke Penang Hill (Bukit Bendera). Saya keluar dari pelabuhan dan menuju ke terminal Jetty (Weld Quay) di sebelahnya. Lumayan banyak juga calon penumpang bus di terminal itu. Tapi Bus Rapid Penang nomer 204 jurusan Bukit Bendera penumpangnya hanya saya dan 1 kakek-kakek, nasib banget sih kenapa ga yang kya Maher Zain. Saya kira bakal ngetem cukup lama karena menunggu penumpang. Ternyata tidak, walaupun kosong tetap berangkat dan di jalan banyak penumpang yang naik sampai bus penuh bahkan sampai ada yang berdiri.
Perjalanan ke Penang Hill cukup lama kira-kira 1.5 jam karena sempat macet beberapa kali. Sebelum membeli tiket kereta untuk ke Penang Hill saya memastikan dulu bus terakhir yang kembali ke George Town, sangat tidak lucu kalau sampai kehabisan bus. Ternyata sampai jam 10 malam. Kemudian saya membeli tiket funicular seharga 30 RM untuk pulang pergi, tapi ternyata dikembalikan lagi 15 RM, katanya 50%. Waah... Senang jungkir balik ada even apakah? Entahlah karena sudah menjelang maghrib jadi didiskon apa karena saya masih dianggap anak kecil, yang pasti saya diberi tiket dengan kode FC, foreign child. Tanya ke beberapa orang pun ga tau kenapa ada diskon. Lagi-lagi memang rejeki anak sholeha.
Sebenarnya betah memandang kota Penang dari ketinggian tapi semakin malam semakin dingin dan saya lupa membawa jaket jadi lebih baik segera turun dari pada dimarahin ama nenek. Sampai di bawah sudah ada bus nomer 204 yang siap jalan. Hampir saja ketinggalan bersama turis Korea, Jerman dan Thailand kami mengejar bus sambil teriak-teriak "Waaaiiitttt....".
Begitulah hari pertama saya di Penang, hari berikutnya saya berkeliling menggunakan bus Hop On Hop Off. Saat membeli tiket saya sok bercakap-cakap pakai bahasa Malaysia mengikuti logatnya Upin Ipin siapa tau dikasih harga lokal eh kok malah ditanya "You local or foreign?" Hmmm.. paijem tenan, terpaksa ngaku. Kan lumayan kalau harga orang lokal hanya 19 RM sedangkan harga foreigner 45 RM, 2 kalinya masih lebih pemirsa. Berlaku selama 24 jam tapi bus hanya beroperasi dari jam 09.00 sampai jam 20.00 jadi ya ga 24 jam donk okey lah ga apa-apa sekali-kali jangan menggembel. Kata temen se-bus yang asli Penang "Murah ye 19 RM buat 24 jam". Iya buat lo...liat aja lo datang ke negara gw, gw mahalin ntar.
Ada dua rute yaitu line warna orange city route dan line warna hijau beach route, seperti yang terlihat pada map berikut ini.
Mbak resepsionis yang ramah dan friendly melayani saya agak lelet kirain komputernya bermasalah ealah ternyata ketawa ketiwi sambil chatting di facebook, duh mbak cepetan donk mo minum obat... Masih sambil cekikikan beliau mengambil kunci lalu mengantarkan saya ke kamar. Kamar saya di lantai 2, berisi 6 orang, 2 dari Swedia, 2 dari Jepang dan 1 dari Australia. Yang perempuan saya dan 1 orang dari Swedia. Semua baik-baik, ramah dan punya rasa toleransi yang tinggi. Salah satu contohnya ketika saya butuh password wi-fi dengan senang hati mereka semua meletakkan buku yang dibacanya dan ngubek-ubek tasnya untuk mencari secuil kertas dari resepsionis yang berisi password wi-fi. Yang menemukan duluan langsung memberikan ke saya. Rupanya mbak resepsionis sampai kelupaan memberi saya kertas itu, karena lagi asyik chatting.
Menjelang Ashar saya bangun dari tempat tidur, pusing sudah lumayan hilang dan badan pun telah kembali segar. Saya pergi ke masjid dengan membawa barang seperlunya. Bersyukur bisa ikut sholat berjamaah. Selesai sholat saya mengambil beberapa gambar masjid sebagai tanda bukti bahwa pernah singgah. Banyak juga para turis yang berfoto di depan masjid bahkan ada juga yang masuk ke dalam. Tentunya bagi turis yang kekurangan baju (berbaju sexy), dipakaikan jubah dulu sebelum masuk. Jubah-jubah itu memang disediakan buat para turis yang ingin berkunjung. Senang sekali rasanya melihat saling toleransi antar umat beragama seperti ini.
Dari masjid saya melanjutkan lagi eksplor kota Penang. Kali ini saya ingin mencoba naik kapal ferry dari pelabuhan George Town ke Butterworth, yang katanya perginya gratis dan kembalinya baru bayar 1.20 RM. Saya jalan kaki lewat jalan Lebuh Chulia lurus terus sampai habis, tak jauh dari ujung jalan disitulah pelabuhannya. Setelah melihat ke dalam ternyata rame banget. Banyak sekali orang yang hendak menyeberang, ya memang jam segitu jam pulang kerja. Karena males antri saya jadi mengurungkan niat, sudah terbayang juga rasanya paling begitu doank.
Saya berpindah haluan ke Penang Hill (Bukit Bendera). Saya keluar dari pelabuhan dan menuju ke terminal Jetty (Weld Quay) di sebelahnya. Lumayan banyak juga calon penumpang bus di terminal itu. Tapi Bus Rapid Penang nomer 204 jurusan Bukit Bendera penumpangnya hanya saya dan 1 kakek-kakek, nasib banget sih kenapa ga yang kya Maher Zain. Saya kira bakal ngetem cukup lama karena menunggu penumpang. Ternyata tidak, walaupun kosong tetap berangkat dan di jalan banyak penumpang yang naik sampai bus penuh bahkan sampai ada yang berdiri.
Perjalanan ke Penang Hill cukup lama kira-kira 1.5 jam karena sempat macet beberapa kali. Sebelum membeli tiket kereta untuk ke Penang Hill saya memastikan dulu bus terakhir yang kembali ke George Town, sangat tidak lucu kalau sampai kehabisan bus. Ternyata sampai jam 10 malam. Kemudian saya membeli tiket funicular seharga 30 RM untuk pulang pergi, tapi ternyata dikembalikan lagi 15 RM, katanya 50%. Waah... Senang jungkir balik ada even apakah? Entahlah karena sudah menjelang maghrib jadi didiskon apa karena saya masih dianggap anak kecil, yang pasti saya diberi tiket dengan kode FC, foreign child. Tanya ke beberapa orang pun ga tau kenapa ada diskon. Lagi-lagi memang rejeki anak sholeha.
Saya masih anak-anak |
Kota Penang dilihat dari Penang Hill, tampak juga Penang Bride ke-1 dan ke-2. Anginnya lumayan kenceng dan dingin. |
Masjid Penang Hill. Sempat sholat maghrib disini sepi banget hanya ada 1 orang penjaga masjidnya, selesai sholat langsung ngacir takuutt... |
Sebenarnya betah memandang kota Penang dari ketinggian tapi semakin malam semakin dingin dan saya lupa membawa jaket jadi lebih baik segera turun dari pada dimarahin ama nenek. Sampai di bawah sudah ada bus nomer 204 yang siap jalan. Hampir saja ketinggalan bersama turis Korea, Jerman dan Thailand kami mengejar bus sambil teriak-teriak "Waaaiiitttt....".
Begitulah hari pertama saya di Penang, hari berikutnya saya berkeliling menggunakan bus Hop On Hop Off. Saat membeli tiket saya sok bercakap-cakap pakai bahasa Malaysia mengikuti logatnya Upin Ipin siapa tau dikasih harga lokal eh kok malah ditanya "You local or foreign?" Hmmm.. paijem tenan, terpaksa ngaku. Kan lumayan kalau harga orang lokal hanya 19 RM sedangkan harga foreigner 45 RM, 2 kalinya masih lebih pemirsa. Berlaku selama 24 jam tapi bus hanya beroperasi dari jam 09.00 sampai jam 20.00 jadi ya ga 24 jam donk okey lah ga apa-apa sekali-kali jangan menggembel. Kata temen se-bus yang asli Penang "Murah ye 19 RM buat 24 jam". Iya buat lo...liat aja lo datang ke negara gw, gw mahalin ntar.
Ini penampakan busnya. |
Ada dua rute yaitu line warna orange city route dan line warna hijau beach route, seperti yang terlihat pada map berikut ini.
Buat yang tidak banyak waktu dan ga mau ribet recommended deh naik bus ini. Sepanjang jalan crew bus akan bercerita menerangkan sesuatu yang dilewati. Bisa turun dimana saja dan naik lagi bus sejenisnya selama tiket masih berlaku.
Ke Penang katanya tidak lengkap kalau belum mencoba nasi kandar. Bayangan saya seperti nasi padang atau nasi uduk tapi yang lebih mewah. Beberapa tempat yang menjual nasi kandar saya perhatikan penjualnya selalu berwajah India, dari jauh juga tercium aroma kari makanya saya masih pilih-pilih. Tapi untuk melengkapi perjalanan, saya harus makan nasi itu. Akhirnya saya mencoba nasi kandar di depan Masjid Kapital Keling karena tertarik dengan cumi dan udangnya yang guede-gede. Baru juga memesan sambil menunjuk cumi, mas Rahul Khan Vijay Kumar dengan cekatan langsung mengambilkan nasi sepiring dan pyuk pyuk disiram kari buanyaaakk... sampai warna putih nasinya ga kelihatan. Pengen teriak NOOO...!!! tapi udah ga keburu. Mak plenggong!! Ternyata itulah yang dimaksud nasi kandar, nasi disiram kari. Berhubung sudah dibeli ya saya habiskan walaupun sambil bergidik-gidik.
Udangnya selebar telapak tangan saya, ga usah ngiler rasanya biasa aja, SUER. |
Sorenya saya menyempatkan diri ke Gurney Drive untuk mencoba makanan di anjungan gurney yang buka dari jam 5 sore. Katanya surganya makanan. Saya coba memesan mie jawa dan es kelapa, memang enak sih tapi begitu dicicipin rasanya kok seperti masakan India bau kari lagi... OMG! I HATE KARI... Berhubung sudah dibeli ya syukuri apa yang ada... tapi maaf tidak kuasa untuk menghabiskannya. Jadi inget kemaren baru datang saya pusing jangan-jangan mabok kari.
Mie jawa di Anjungan Gurney, suka banget sama telur rebusnya hihihi... |
Selesai makan jam 19.15 saya kembali ke halte yang tidak jauh dari anjungan gurney, ada 1 bus hop on hop off yang terpakir tapi rupanya sudah berhenti beroperasi. Waakks.. Jadi saya harus jalan kaki lewat jalan-jalan yang sepi dan gelap ke tempat yang ditunjukkan oleh orang entah jalan apa karena anjungan gurney tidak dilewati oleh bus rapid penang.