Diberdayakan oleh Blogger.

Selasa, 13 Januari 2015

Backpacking Bersama Ibu Part 3 - Melaka Kota Warisan Dunia

Meneruskan cerita saya saat backpacking bersama ibu. Sebelumnya kami kehabisan bus ke Melaka di terminal Larkin Johor Bahru. Saya merasa berdosa mengajak ibu kleleran seperti itu. Walaupun ibu juga tidak kaget dengan semuanya karena sebelumnya sudah saya jelaskan bahwa jalan-jalan ini adalah jalan-jalan sengsara yang mana ada satu malam yang kita buat menginap di hotel berjalan alias tidur di bus yaitu bus jurusan Singapura - Melaka. Menurut perkiraan mungkin akan sampai di Melaka terlalu pagi jadi akan tidur-tiduran di terminal menunggu agak terang. Kenyataannya kami malah kehabisan bus ke Melaka.

Saya diberi alternatif oleh beberapa crew bus ke tempat yang berdekatan dengan Melaka yaitu ke Ayer Keroh. Dari Ayer Keroh tinggal naik taksi menuju Melaka. Saya berdiskusi dengan ibu apakah mau nekad dengan catatan saya belum tau tentang daerah itu malahan baru dengar pertama kali.

Saya juga tidak browsing tentang daerah Johor Bahru karena memang tidak berencana menginap. Saya hanya mengandalkan cara terakhir jika sudah mentok langsung naik bus ke Kuala Lumpur dan rencana ke Melaka dilewatkan begitu saja walaupun berat rasanya. Sempat terpikir juga untuk berpindah haluan ke Penang karena masih ada bus yang menuju kesana. Tapi sampai disana mau ngapain saya belum browsing tentang Penang dan segala isinya. Kalau ke Melaka Insya Allah sudah hampir nglotok.

Akhirnya dengan berbagai pertimbangan dan merasakan kondisi badan yang sepertinya harus segera direbahkan saya pun membeli tiket bus ke Kuala Lumpur. Tentunya bus yang banyak direkomendasikan oleh para traveler yang katanya sangat nyaman. Untung saja busnya akan berangkat 20 menit kemudian sehingga tak menunggu lama kami sudah dipersilahkan masuk ke dalam bus. Memang busnya nyaman sekali seat 2-2 kursinya empuk dan luas, ada sandaran kaki dan juga selimut. Tepat jam 11 malam waktu Malaysia bus mulai bergerak meninggalkan terminal Larkin Johor Bahru. Entah bagaimana kondisi di luar sana yang pasti ketika bus mulai masuk ke jalan tol saya langsung terlelap. Bukan hanya tidur-tidur ayam tapi tidur BLEG!

Saya mulai terbangun karena terganggu dengan laju bus yang sebentar-sebentar berhenti, rupanya sedang antri di pintu keluar tol. Setelah keluar dari tol di kanan dan kiri jalan saya lihat banyak gedung-gedung tinggi selayaknya di kota besar. Apakah sudah sampai di Kuala Lumpur? Saya sih berharap belum karena masih jam 2 dini hari dan masih pengen melanjutkan tidur lagi. Ibu juga masih terbuai di alam mimpinya.

Tiba-tiba bus berhenti di sebuah bangunan yang lumayan bagus dan megah yang saya kira adalah airport mungkin ada beberapa penumpang yang akan turun di airport. Karena saya melihat beberapa papan iklan besar-besar yang bertuliskan "KLIA Transit" "Fastest Way to KLIA 2" lengkap dengan gambar keretanya. Saya pikir itu adalah terminal baru KLIA 2 yang menggantikan LCCT.

Terlihat beberapa penumpang mulai berkemas-kemas meninggalkan tempat duduknya. Saya masih tetap duduk berselimut karena saya pikir bus akan melanjutkan perjalanan ke KL Sentral yang mana setau saya KL Sentral masih 1 jam lagi dari airport. Tapi semakin lama kok semua penumpang seperti siap-siap turun dan lampu bus pun mulai dinyalakan untuk memberikan kemudahan penumpang yang sedang berkemas. Dengan sangat terpaksa saya ganggu tidurnya ibu.

“Bu sudah sampai"
“Ini dimana?” tanya ibu sambil berusaha keras membuka mata.
“Ga tau kyanya di bandara, busnya cuma nyampe sini”

Kemudian kami turun dan menarik koper masuk ke gedung mewah itu mengikuti penumpang yang lain. Saya lihat di dinding depan gedung ada tulisan TBS. Emang ada ya bandara TBS? Wes mbuh lah urusan nanti, yang penting cari tempat duduk dulu untuk menumpulkan segenap nyawa. Banyak kursi hampir di setiap pojokan. Di tengah ruang lobby utama ada LCD selayaknya LCD di sejumlah bandara yang bertuliskan berbagai rute seperti Singapura - Kuala Lumpur, Kuala Lumpur - Seremban, Kuala Lumpur - Melaka dan masih banyak lagi tapi anehnya tidak ada nama pesawatnya. Saya masih penasaran bandara apa sih ini? Apa mungkin terminal bus? Tapi kalau terminal bus kok fasilitasnya mewah banget dibanding dengan Bandara Soekarno Hatta rasanya kalah jauh.

Banyaknya papan iklan ini yang meyakinkan saya bahwa tempat itu adalah KLIA 2

Tempat bersih begini wajar kan kalau disangka bandara...

Tak jauh dari kami duduk ada bantuan kecemasan (pusat informasi) yang dijaga oleh 3 bapak-bapak security. Saya pun segera mendatangi tempat itu. Dengan bodohnya saya bertanya,

“Pak cik ini airport bukan?”
“Bukan ini TBS, Terminal Bersepadu Selatan, kalau airport masih jauh lagi. Memangnya mau kemana?”
“Mau ke KL sentral, naik apa kalau kesana?" dari pada kelihatan bingung saya keluarkan saja kata KL Sentral.
“Kalau sekarang harus naik taksi, nanti bisa naik LRT tapi mulai buka jam 6 pagi”
“Kalau ke Melaka naik apa pak cik?”
“Woow..Melaka itu jauh lagi itu beda tempat bukan Kuala Lumpur lagi, naik bus besok pagi dari sini”

Saya masih bingung, kemudian diberi buku panduan lengkap tentang Malaysia, termasuk juga map Kuala Lumpur sambil diterangkan beberapa. Pak securitynya baik-baik banget, terima kasih pak :)

Belakangan saya baru tau bahwa Terminal Bersepadu Selatan atau disebut Bandar Tasik Selatan ini adalah sebuah terminal bus yang paling megah seantero Malaysia. Bisa jadi pada saat itu masih paling megah seAsia Tenggara. Dengan gedung yang sangat megah dan fasilitas yang sangat modern selayaknya bandar udara berkelas internasional. Terletak di selatan pusat kota Kuala Lumpur. Beroperasi sejak tahun 2011. Melayani bus antar negara dan kota di semenanjung Malaysia bagian selatan. Maklum donk kalau saya sampai mengira bandara. Rasanya bangga sekali kesasar ke tempat bagus seperti itu.

Hebatnya para cleaning servis di terminal ini jam 3 dini hari sudah mulai bekerja, sehingga sejam dua jam kemudian pada saat terminal mulai ramai keadaan sudah kinclong dan siap pakai semua. Termasuk toilet. Bagus untuk ditiru ya.

Malam itu kami menghabiskan waktu di terminal. Ibu duduk di kursi sambil membaca buku panduan yang saya ambil dari informasi. Saya berkeliling melihat-lihat isi terminal. Bus dan kereta akan mulai beroperasi pukul 6 pagi masih harus menunggu 3 jam lagi. Tapi saya masih bingung apa hanya mau jalan-jalan ke pusat kota Kuala Lumpur saja atau melanjutkan acara ke Melaka. Dari hati kecil rasanya berat sekali kalau harus melewatkan Melaka karena kelamaan di Kuala Lumpur rasanya membosankan. Tapi ingat ibu, masih kuatkah diajak jalan lagi ke Melaka? Setelah saya tanya rupanya ibu pun tetap semangat. Yes!

Saya naik ke lantai 4 mencoba bertanya ke hotel transit, harganya tidak terlalu mahal lupa berapa per jamnya. Kemudian saya tawari ibu apakah mau istirahat dulu di hotel, tapi kata ibu takut keenakan malah tidur kebablasan atau belum tentu juga bisa tidur nyenyak dalam keadaan yang masih terbebani pikiran untuk melanjutkan perjalanan lagi. Akhirnya kami memutuskan untuk duduk di lantai 4 yang ACnya tidak begitu dingin sambil menyandarkan kepala ke atas meja yang pada akhirnya bisa tidur-tidur ayam sampai subuh.

Selesai sholat subuh di mushola yang berada di lantai 4 kami siap-siap turun ke lantai 3 untuk membeli tiket bus ke Melaka. Jam 5.30 kami baru diijinkan turun ke lantai 2 ke ruang tunggu bus. Ruang tunggunya sama seperti ruang tunggu mau naik ke pesawat. Sebelum naik bus tiket diperiksa satu per satu oleh dua orang petugas di pintu keluar. Beneran serasa mau naik ke pesawat. Tepat jam 6 pagi bus mulai meninggalkan terminal yang megah itu. Busnya sama nyamannya seperti bus yang dari Johor Bahru hanya tidak ada selimutnya. Tak berapa lama kemudian saya pun terlelap kembali. 

Saya terbangun ketika bus mulai masuk ke daerah Melaka. Di kanan dan kiri jalan penuh dengan pohon kelapa sawit. Kira-kira jam 8.30 bus sampai di Melaka Sentral. Dari Melaka Sentral ke kota Melaka harus naik bus lagi yaitu Panorama Bus. Banyak sekali Panorama Bus dengan berbagai tujuan. Tak lupa saya mampir ke pusat informasi untuk meminta peta.

Selanjutnya kami akan mencari lokasi Clock Tower di Red Square dan akan mencari penginapan di sekitar sana. Dari pusat informasi kami disarankan naik Bus Panorama nomor 17. Kami harus menunggu beberapa saat karena bus nomor 17 belum datang. Setelah menunggu kira-kira 30 menit akhirnya bus pun datang. Semua calon penumpang bergantian masuk dan membayar ongkos sesuai tujuan pada pak sopir sebelum mencari tempat duduk. Ongkos sampai ke Clock tower seharga 1.50 RM.

Sepanjang jalan saya terus berjaga-jaga melihat ke sekeliling takut kebablasan. Bangunan-bangunan di Melaka didominasi oleh bangunan tua dan bernuansa china. Di sebuah perempatan yang terlihat ramai sesekali bus tersendat karena kemacetan lalu lintas. Banyak penumpang bus naik dan turun silih berganti. Semakin ramai saya semakin galau mencari-cari mana yang namanya Clock Tower jangan-jangan sudah terlewat. Kemudian saya bertanya pada pak sopir yang katanya sudah hampir sampai dan sekaligus minta ditunjukkan jika sudah sampai di Clock Tower. Setelah melewati jalan kecil yang sebelah kanan dan kirinya ramai dipenuhi oleh toko dan beberapa kali melewati kemacetan akhirnya sopir bus berteriak sambil menoleh ke saya "clok tower clock tower..."

Akhirnya sampai juga kami di Red Square yaitu komplek bangunan tua yang masih terawat dengan baik didominasi cat berwarna merah. Diantaranya adalah Clock Tower dan Christ Church Melaka, gereja tertua di Melaka yang sering saya lihat di internet maupun buku panduan pariwisata Malaysia. Begitu turun dari bus kami dikerubuti oleh abang becak yang menawarkan untuk mengantar ke penginapan. Ternyata penginapan yang saya incar jauh dari area itu. Kemudian saya bertanya letak Jalan Hang Kasturi dan Hang Jebat, menurut abang becak tinggal jalan kaki menyeberangi jembatan yang berlokasi tidak jauh dari Clock Tower.

Kemudian kami menuju ke tempat yang ditunjukkan oleh abang becak. Karena belum tau akan menginap dimana, agar ibu tidak kecapekan saya berkeliling sendiri mencari penginapan. Ibu menunggu di salah satu tempat yang teduh tak jauh dari Jalan Hang Jebat. Banyak sekali penginapan disitu tinggal pilih mau yang seperti apa. Ada hotel, guesthouse maupun hostel, tentunya harga membawa rupa. Kalau dilihat sepintas seperti rumah biasa tidak seperti bangunan hotel. Setelah bertanya kesana kemari akhirnya saya menjatuhkan pilihan ke Hotel Heeren Inn 90 RM/malam. Kamarnya lumayan luas, double bed, kamar mandinya di dalam, bersih, perabotannya perabotan lama tapi masih terawat dengan baik. Hanya saja tidak ada jendela. Ibu sangat senang karena kamar mandinya berada di dalam kamar tidak seperti penginapan di Singapura yang sharing di luar.

Jam 10.15 kami sudah diperbolehkan cek in. Alhamdulillah perjuangan panjang dari Singapura ke Melaka akhirnya membuahkan hasil. Hasil bener-bener bisa istirahat maksudnya. Setelah merebahkan badan rupanya kami langsung tertidur kembali. Tidur pada saat itu menjadi kebutuhan yang sangat penting sekali akibat perjalanan panjang malam sebelumnya yang masih menyisakan letih dan pegel-pegel di kaki.

Setelah mandi, makan dan sholat dzuhur kami keluar jalan santai melihat-lihat ke sekeliling. Kami menuju ke area Red Square sambil jeprat jepret mengambil gambar bangunan kuno yang bertebaran sejauh mata memandang. 

Melaka memang kota bersejarah yang didaulat sebagai Kota Warisan Dunia (The World Heritage City) yang telah diakui oleh UNESCO sehingga banyak bangunan bersejarah peninggalan Eropa yang masih terlihat bagus dan terawat dengan baik.

Memulai selfie di pojokkan Jalan Tun Tan Cheng Lock tempat Hotel Heeren Inn berada yaitu sekitar lima rumah dari pojok jalan ini. Pagi sebelumnya saat saya mencari penginapan, ibu menunggu di pojok seberangnya saya berdiri.

Hard Rock Cafe, tak jauh dari Clock Tower di sebelah kanan jalan setelah melewati Jembatan Tan Kim Seng
 
Surau Warisan Dunia berada di seberang Clock Tower, di bawah surau ini ada Tourist Information Centre. Karena sore itu turun hujan rintik-rintik kami berteduh di surau ini makan rujak di terasnya sambil menunggu sholat ashar


Rujak jambu biji dan jambu air rasanya manis semanis wajah saya, beli di trotoar di bawahnya Hard Rock Cafe. Makanan yang selalu menarik untuk dibeli kapanpun dan dimanapun.



Ini lho yang namanya Clock Tower dipandang dari teras Surau Warisan Dunia. Di belakangnya ada Christ Church Melaka dan Melaka Art Gallery, di sebelah kanan ada Stadthuys, di sebelah kiri di seberang jalan terdapat Jembatan Tan Kim Seng. Sebelum jembatan ada yang jual cendol uenak banget, sehari saya beli sampai bolak balik 3x. Kawasan ini disebut Red Square / Dutch Square karena bangunan di sekitarnya bercat merah. Kawasan yang menjadi icon melaka ini selalu selalu penuh dengan turis disepanjang hari.


Ini dia tempatnya cendol enak (Cendol Jam Besar) harganya antara 1.80RM – 3.50RM. Kalau kesini lagi wajib membeli cendol ini.

Selesai sholat ashar setelah hujan mereda kami melanjutkan melihat-lihat ke belakang surau yaitu ke The Fort Wall adalah benteng perlindungan yang dibangun di sisi sungai Melaka oleh Portugis tujuannya untuk mengawasi perdagangan laut dan meningkatkan pertahanan kota Melaka pada masa itu.

Puing-puing benteng yang masih tersisa. Pada masa pendudukan belanda benteng ini juga dipakai untuk tempat pengawasan bandar Melaka sehingga gerak-gerik musuh atau kapal perang dapat diantisipasi.

Masih di sisi sungai tidak jauh dari benteng terdapat Kincir Air Kesultanan Melayu Melaka, merupakan kincir air yang pertama dan terbesar di Malaysia. Kincir setinggi 13 meter ini digunakan para pedagang untuk menimba dan mengalirkan air dari anak sungai.

Kincir Air Kesultanan Melayu Melaka. Dari kincir ini ada jembatan kayu yang menghubungkan ke Melaka River Cruise. 


Melaka River Cruise. Boat yang dihias dengan cantik ini akan membawa kita menyusuri sungai yang membelah kota Melaka sejauh 9 KM.

Tidak jauh dari dermaga Melaka River Cruise ini terdapat beberapa museum yang salah satunya adalah museum maritim. Kami menyempatkan diri masuk ke museum itu dengan membayar tiket seharga 6 RM untuk orang dewasa. Di dalamnya diceritakan tentang sejarah pelayaran dan perkapalan pada jaman Kesultanan Melayu Melaka lengkap dengan replika-replika kapalnya mulai dari Portugis hingga Inggris.

Museum Maritim, masuk kesini alas kaki harus dilepas.

Puas melihat-lihat kami kembali ke hotel sambil mencari tempat makan. Kebetulan penginapan kami dekat dengan area Jonker Walk yaitu pasar malam yang hanya buka pada hari Jumat hingga Minggu. Sebenarnya banyak toko di kawasan ini yang buka setiap hari hanya saja puncak keramaiannya disetiap akhir pekan. Ada yang berjualan barang antik, kebutuhan rumah tangga, alat elektronik, pernak pernik dan yang tak ketinggalan adalah beraneka makanan. Tapi yang berjualan kebanyakan etnis Tionghoa jadi tidak tau halal dan tidaknya. Akhirnya kami kembali ke restoran halal yang letaknya persis di sebelah hotel.


Jonker Walk, buat yang doyan belanja disini surganya.

Selesai makan kami kembali ke hotel untuk sholat maghrib. Setelah maghrib saya masih penasaran dengan Jonker Walk. Saya keluar sendiri karena ibu memilih istirahat saja di hotel. Tak berapa lama kemudian turun hujan rintik-rintik, saya berteduh ke sebuah toko souvenir yang ujung-ujungnya membeli juga souvenir untuk ibu agar dibagikan ke saudara-saudara di rumah. Yang ecek-ecek saja seperti tempelan kulkas, gunting kuku dan gantungan kunci. Kalau saya sendiri sih males beli-beli begituan **ora penting hihihi.... Saya lupa dan tidak tau kalau harganya bisa ditawar (selain memang tidak bisa menawar sih), begitu saya menyodorkan uang oleh engkohnya malah dikasih diskon, ealah..makasih uncle.... (bapak-bapak di Melaka dipanggilnya uncle).

Semakin lama hujannya malah semakin deras beberapa pedagang memilih menggulung dagangannya. Saya pun nekad pulang ke hotel menerobos sang hujan, lumayan membasahi kerudung dan jaket saya. Sampai di hotel saya istirahat dan menyiapkan tenaga untuk esok hari.

Pagi hari cuara sangat cerah tidak seperti malam sebelumnya yang banyak hujan sedikit terang. Kami santai-santai dulu di hotel sebelum akhirnya harus beres-beres dan cek out. Jam 10.00 setelah semua beres kami cek out dan menitipkan koper ke resepsionis karena kami akan melanjutkan lagi mengubek-ubek Melaka sebelum pindah ke Kuala Lumpur.

Kami memulai perjalanan dengan menuju ke area Red Square yaitu ke Stadthuys (dalam bahasa Belanda artinya balai kota).

Stadthuys, dibangun oleh Belanda pada tahun 1650 sebagai kantor gubenur dan deputy Belanda pada masa itu.

Di Stadthuys ini kami hanya mengambil gambar di depannya saja, kemudian naik ke atas lagi ke bukit St. Paul melewati beberapa komplek museum ada yang gratisan dan ada yang harus membayar. 

Tangga menuju ke bukit St. Paul, ga tinggi tinggi banget apalagi pemandangan di sekitarnya semua terlihat mempesona.




Di Depan Gereja St. Paul. Di sini kita bisa melihat kota Melaka dari ketinggian. Terlihat pula jalan layang di pinggir pantai yang tampak begitu indah.

Gereja ini dibangun oleh Portugis pada tahun 1521 dahulu hanya berupa bangunan sederhana kemudian dibangun dengan megah. Yang pada akhirnya hancur karena peperangan dan hanya menyisakan kerangka bangunan. Di dalam reruntuhan gereja ini banyak berderet batu nisan, seperti di film horor tapi karena kondisi yang ramai jadi tidak menyeramkan kecuali kalau sendirian malam-malam mungkin baru terasa. Ada juga sumur tua dengan uang koin yang berserakan. Konon yang melempar koin ke dalam sumur itu sambil "make a wish" katanya bakal terkabul.

Di depan gereja ini berdiri kokoh patung pendeta Francis Xavier adalah seorang missionary yang dahulu diberi kepercayaan sebagai penanggung jawab gereja ini. Konon katanya kalau malam hari patung ini suka menangis, kalau mau membuktikan ya silahkan saja.

Tapi disini saya agak terganggu dengan mahasiswi yang sedang melakukan penelitian untuk tugas akhir. Saya dimintai tolong untuk mengisi quesioner, tadinya saya kira hanya sedikit ternyata pertanyaannya sampai bejibun berlembar-lembar. Jadi kya ujian deh. Sampai sampai yang halaman terakhir saya males membacanya, asal coret yang penting diisi dan cepat selesai. Hihihi..maaf ya de...kakak mau menikmati keindahan dunia dulu. Selain itu juga sesekali didatangi oleh pedagang asongan yang terkesan memaksa.

Selesai mengerjakan ujian dari mahasiswi itu dan berfoto-foto, kami turun kembali ke depan Melaka Christ Church. Istirahat sejenak sambil menikmati cendol jam besar yang uenak sekali. Jangan melewatkan es cendol ini jika ke Melaka.

Berpose dulu di depan Melaka Christ Church.

Disini banyak becak hias yang dilengkapi dengan musik dan siap mengantarkan wisatawan untuk keliling-keliling. Tarifnya katanya lumayan mahal tapi masih bisa di tawar. Entahlah berapa harga standarnya. Denger-denger sih 10 RM untuk mengeliling area Red Square.

Becak Hias
Setelah menikmati segelas es cendol saya kembali ke hotel untuk mengambil koper. Ibu menunggu di taman di dekat gereja berkumpul dengan para wisatawan dari berbagai negara. Disini pula kami menunggu bus panorama nomer 17 jurusan Melaka Sentral. Lumayan lama menunggu busnya tapi dengan suasana yang menyenangkan jadi tidak terasa.

Jalan-jalan ke Melaka bisa dilakukan hanya dalam waktu 1 hari saja karena kotanya kecil dan letak objek wisatanya juga berdekatan bisa ditempuh dengan jalan kaki. Tapi buat saya 2 hari masih kurang karena sejauh mata memandang rasanya semuanya indah.

Setelah bus panorama datang dengan berat hati akhirnya kami harus meninggalkan Kota Melaka bye bye semoga bisa bertemu kembali...

Previous
Next Post »